Ketua LSM AMANAT, Muhammad Erry Satriawan. (Foto: ist)
PenaTenggara.com, (Sumbawa Barat) — PT. AMNT telah mencatatkan sahamnya di BEI pada, Jum’at 7 Juli 2023 dan mengantongi dana segar Rp. 10.73 triliun.
Pemerintah Sumbawa Barat justru hanya menjadi penonton sebagai daerah penghasil dan tetap konsisten dengan angka kemiskinan yang tinggi, dimana angka kemiskinan 15,96 % sejak akuisisi 2017 hingga tahun 2022 hanya turun 2.94% yaitu sebesar 13,02 % atau setara dengan 21.000 jiwa pada tahun 2022.
Dengan APBD yang sangat besar serta sejumlah program ratusan miliar ditambah potensi PPM/CSR PT. AMNT yang juga ratusan miliar setiap tahunnya.
“Skandal penjualan saham daerah dengan alasan yang merugi terus dan ntah kemana justru hari ini bernilai triliunan rupiah serta kondisinya berbanding terbalik dimana Penjualan bersih PT AMNT bukannya merugi dan justru peningkatan luar biasa yaitu sebesar 2.8 miliar dolar AS tahun 2022 meningkat 117.9 % dari tahun 2021 sebesar 1,3 miliar,” ungkap Ketua AMANAT KSB Muh. Erry Satriyawan, SH, MH, CPCLE
Ia menambahkan, bahkan cukup mengagetkan dengan sejumlah persoalan yang selama ini kami suarakan misalnya hutang PPM/CSR, kebijakan ketenagakerjaan yang tidak berpihak kepada masyarakat lokal dan sejumlah masalah lainnya, kali ini kami dikagetkan bahwa PT.AMNT belum melakukan kewajiban kepada Pemda KSB terkait keuntungan bersih, Pajak Penerangan Jalan dan Pajak Air Tanah Bawah yang nilainya Rp. 467.967.946.464.
Dan angka ini, sambungnya belum termasuk Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MMLB) pada PT AMNT. Perusahaan Tambang terbesar nomor dua di Indonesia ini justru lalai dengan kewajiban dan penerapan Good Mining Practice.
“Saya secara pribadi terkadang miris dengan kondisi ini, bahwa apa yang kami teriakan selama ini semestinya dilakukan oleh para pengambil kebijakan bukan kami rakyat jelata yang memiliki kemampuan terbatas,” bebernya.
“Bukanya kami diajak bergandengan tangan untuk sama-sama memperjuangkan hak-hak masyarakat KSB, justru seringkali pengambil kebijakan berdiri seolah bagian dan humas perusahaan,” ujarnya lagi.
Lihat saja ada potensi pendapatan yang diperkiraan bagi hasil keuntungan PT. AMNT bagian Pemerintah Daerah KSB, Tahun 2022 Rp. 291.570.400.000, 2021 Rp. 128.945.840.000 dan tahun 2020 Rp. 45.216.800.000. PT AMNT juga Memiliki Tunggakan Pajak Penerangan Jalan tahun 2022 senilai Rp. 1.135.057.610 dan belum dikenakan Sanksi Denda Keterlambatan senilai Rp. 557.441.297 serta memiliki Tunggakan Pajak Air Tanah Bawah pada tahun 2022 Senilai 452.440.032 dan belum dikenakan denda keterlambatan Senilai Rp. 89.967.525
Bahwa dalam UU Nomor 3 Tahun 2020 itu jelas diatur bahwa pemegang IUPK dalam hal ini PT Amman Mineral Nusa Tenggara wajib menyetor 4 % (persen) keuntungan bersihnya kepada Pemerintah Pusat dan 6 % (persen) kepada Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat. Adapun 6 % (persen) keuntungan bersih yang disetor ke Pemda Nusa Tenggara Barat itu dibagi lagi yaitu 2,5 % (persen) untuk Kabupaten Sumbawa Barat sebagai daerah penghasil, 2 % (persen) untuk kabupaten/kota di Provinsi NTB dan 1,5 % (persen) untuk Pemprov NTB dan tentunya rekomendasi BPK sebagai lembaga pengawas keuangan cukup kredibel dan tentu Tidak akan sembarangan.
Bahkan, rekomendasi BPK itu telah melalui serangkaian analisis sebagaimana Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Tentang Badan Pemeriksa Keuangandan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
“Yang justru mengejutkan dan menguatkan laporan kami sebelumnya, ternyata Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat belum melakukan pendataan, penetapan dan pemungutan seluruh Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MMLB) pada PT AMNT.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara Pasal 107 pasal (2) huruf a dan b jelas disebutkan Dalam mengambil dan menggunakan batuan sebagainrana dimaksud pada ayat (1) pemegang IUPK tahap kegiatan Operasi Produk.si wajib: a. melaporkan pengambilan dan penggunaan batuan kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya; dan b. membayar pajak daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hal senada juga telah diatur dalam Perda Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan. Fakta ini jelas menunjukan PT. AMNT tidak memiliki komitmen untuk melakukan pemanfaatan material ikutan (MBLB) dan pembayaran pajak MBLB.
“Ini kan lucu. Ada potensi pemasukan daerah dari sektor bebatuan, tapi justru ditonton dan dilewatkan begitu saja oleh Pemda Sumbawa Barat. Jangankan ingin melakukan penagihan pendataannya tidak jelas berapa bebatuan yang digunakan untuk beberapa pembangunan diarea konsesi termasuk smelter,” paparnya.
Oleh karena itu, pihaknya saat ini sedang menelaah potensi tindak pidana dalam persoalan ini. Misalnya, sebut Erry, pertama apakah ada kesengajaan dan pembiaran dari pemerintah daerah, kalau alasannya sudah bersurat yang mestinya didesak, wong pendapatan perusahaan dari perut bumi KSB kok, yang jadi tamu itu mereka disini jangan seenaknya mau mengatur tuan rumah. Kedua, kenapa tidak ada tindakan tegas terhadap pendataan penggunaan material bebatuan, gimana kita bisa tau tau jumlah pajaknya kalau pendataannya saja sampai hari ini tidak dipegang, ketiga apakah penghitungan volume penggunaan pajak air tanah bawah tidak ada masipulasi? Karena membandingkannya tidak begitu sulit dengan fakta lapangan yang ada hari ini, logikanya sederhana, seharusnya dalam proses pembangunan smelter dan pendukung lainnya secara otomatis penggunaan air tanah semakin tinggi dan termasuk juga pajak pajak penerangan jalan.
Diakhir Tonjes meminta kepada kepala daerah dan anggota dewan yang terhormat untuk dapat menajalankan fungsinya dan bukan justru terkesan menjadi humas dan pelindung PT AMNT yang tidak taat aturan, kami bisa saja berasumsi kenapa dan ada apa sehingga surat-surat permohonan hearing kami sampai detik ini tidak disikapi dengan serius, padahal semua isu dan permasalahan yang kami angkat adalah semata-semata merupakan kewajiban perusahaan yang diabaikan. (deP)