Mataram – Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Dr. Zulkieflimansyah, S.E., M.Sc. menanggapi langsung terkait persoalan Addendum dengan PT GTI yang menimbulkan beragam asumsi di tengah masyarakat.
“Supaya tidak berlarut-larut dan meluas ke sana kemari dan menimbulkan persepsi yang beragam, maka mungkin perlu juga saya jelaskan hal-hal pokok agar persepsi kita mendekati sama,” kata Gubernur saat dikonfirmasi media ini, Kamis, (17/06/2021).
Gubernur menjelaskan, bahwa PT GTI diberi hak untuk mengelola 75 hektar area di Gili Trawangan yang akan berakhir sampai dengan tahun 2026. Karena dirasakan tidak ada hal-hal yang signifikan yang telah dilakukan oleh PT GTI, maka banyak pihak yang merekomendasikan putus kontraknya, apalagi sebagian besar lahan sudah dipergunakan oleh pihak lain.
“Kalau kondisinya dibiarkan seperti sekarang, sayang saja, karena daerah hanya mendapat 22 jutaan per tahun dari potensinya, yang seharusnya bisa ratusan milyaran bahkan trilyunan,” ucapnya.
Gubernur juga memaparkan, agar objektif dan taat aturan, Pemda Provinsi meminta Kejaksaan Tinggi untuk meneliti dan mengkaji dan memberikan saran ke pemda Provinsi tentang langkah-langkah apa yang sebaiknya diambil oleh pemda. Setelah mempelajari, meneliti, dan melakukan investigasi maka Kejati merekomendasikan 2 opsi, putus kontrak dan addendum
“Setelah berkonsultasi dengan BPKP, Depdagri, KPK dan BPK, maka Kejati merekomendasikan Addendum ketimbang putus kontrak. Kalau putus kontrak tentu simple, kalau GTI nya legowo dan ikhlas. Tapi kalau tidak ikhlas dan berproses ke pengadilan maka akan lama lagi dan akan jadi status quo sampai kontraknya berakhir tahun 2026. Kalau status quo begini tentu ada pihak-pihak yang diuntungkan, tapi pemda rugi karena hanya dapat 22 juta per tahun sampai dengan tahun 2026,” bebernya.
Untuk diketahui, kalau addendum maka ada celah untuk win-win antara masyarakat, pemda dan PT GTI. Cuma mungkin karena banyak yang tidak paham kata addendum jadi tafsirannya kemudian ke mana-mana.
“Adendum bagi kami adalah pintu untuk membuka kesakralan kontrak antara pemda dan PT GTI, sehingga terbuka peluang untuk kompromi dan saling menguntungkan antara pemda, masyarakat dan PT GTI. Dan Addendum adalah kesepakatan baru antara pemda, masyarakat dan PT GTI,” ujarnya.
Lebih lanjut, terkait dengan isi Addendum atau kesepakatan baru nya sedang dalam proses penyusunan dengan mengundang masyarakat, para ahli, DPRD, PT GTU, Balai Mediasi dan lain-lain, sehingga mampu mengakomodir semua kepentingan yang ada. Jadi belum ada penandatanganan kesepakatan baru (addendum) antara pemda dan GTI. Kemudian pokok yang akan disepakati itu saja yang sudah ditandatangani karena alasan, rencana, timeline dan lain-lain.
“Masalah seperti PT GTI ini banyak di kita, dan pola Addendum seperti ini adalah perintah Presiden Jokowi untuk mengevaluasi banyak kontrak kerjasama yang menelantarkan banyak aset negara untuk kemudian dicari celah untuk mencari formulasi baru agar tanah atau asetnya segera bisa dimanfaatkan dan hadirnya kepastian hukum di tengah-tengah kita.
Karena persoalan sosialnya rumit dan kompleks saya sudah minta Kadis Sosial untuk menjadi penanggung jawab proses Addendum ini,” pungkas Gubernur NTB.(PN/RED)