Yetty Andriani.SE
Mahasiswa Pascasarjana Magister Management Inovasi Universitas Teknologi Sumbawa
Sampah, tidaklah selamanya akan menjadi sampah. Sampah sendiri bisa disulap menjadi rupiah. Namun untuk mengubah itu semua, dibutuhkan ide kreatif serta dukungan semua pihak serta dorongan semangat untuk mau melahirkan sebuah karya.
Banyak cerita sukses ditengah masyarakat, baik itu kelompok atau individu yang berhasil meraup keuntungan dengan mengolah sampah. Apa yang telah mereka lakukan, mestinya dapat menggugah semangat kita bahwa lapangan untuk bekerja cukup luas dan tidak mesti gagah dengan seragam.
Para suksesor itu mampu merubah sampah plastik, kertas, kaleng, bahkan botol minuman menjadi kerajinan yang bernilai jual. Contoh, sampah plastik minuman saset dirubah menjadi tas cantik, kemudian ada lagi kertas koran bekas disulap menjadi perahu pinisi dan tempat tisu, botol minuman menjadi tempat sampah, hingga sampah plastik disulap menjadi bunga-bunga warna warni untuk hiasan rumah.
Keberhasilan mereka dalam mengolah sampah patut diapresiasi. Pasalnya, selain mendapatkan pundi-pundi uang, secara tidak langsung mereka juga berkontribusi dalam menjaga kelestarian dan kesehatan lingkungan dari bahaya sampah.
Dari sekian banyak sampah, sampah jenis plastik menjadi momok menakutkan terhadap lingkungan karena membutuhkan waktu ratusan tahun untuk bisa diurai oleh tanah.
Secara garis besar plastik dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni plastik yang bersifat thermoplastic dan yang bersifat thermoset. Thermoplastic dapat dibentuk kembali dengan mudah setelah proses pabrikasi daur ulang dan berubah ke bentuk lain, sedangkan jenis thermoset bila telah mengeras tidak dapat dilunakkan kembali. Plastik yang paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah dalam bentuk thermoplastik.
Hematnya, untuk membedakan keduanya, thermoset bisa dianalogikan sebagai beton yang mana apabila sudah dibentuk tidak bisa dicairkan kembali, sedangkan thermoplastik sebagai air, yang jika sudah menjadi es bisa diubah kembali menjadi bentuk cair.
Hampir setiap orang tidak lepas dari yang namanya bahan plastik dalam aktivitasnya sehari-hari. Ibu rumah tangga sepulang belanja kebutuhan dapur dari pasar, biasanya barang belanjaan di bungkus plastik. Pergi beli barang baju dan celana second (rombeng), ujungnya sering di bungkus dengan tas plastik. Sepertinya, plastik telah menjadi komponen penting dalam kehidupan modern saat ini. Perlahan juga, peranannya menggantikan kayu dan kain mengingat kelebihan yang dimilikinya karena ringan dan kuat, mudah di simpan, daya tahan baik dan tahan terhadap korosi, transparan, mudah diwarnai sampai dengan sifat insulasinya yang cukup baik. Itulah sebabnya, hampir semua bidang memakai plastik.
Plastik juga merupakan jenis barang yang paling gampang ditemui seiring menjamurnya badan usaha yang memproduksi minuman dan makanan instan.
Lebih jauh lagi, plastik kerap berserakan karena ditiup angin hingga menjadi sampah. Sampah jenis tersebut sering dijumpai di dalam saluran irigasi dengan wajah keras ataupun lunak. Akibatnya, saluran tidak bisa berfungsi secara normal. Terlebih, air yang berada di dalam saluran terpaksa meluap ke badan jalan.
Naiknya air ke badan jalan membuat pengguna jalan terutama ruas Pondok Pesantren Al-Ikhlas sampai simpang 4 bundaran pesawat bertanya-tanya dan heran mengenai fungsi saluran irigasi. Setelah di kroscek, wajar saja air mudah meluap karena saluran yang seharusnya untuk mempermudah hilirisasi air dari hulu ke hilir menjadi tersumbat lantaran dipenuhi tumpukan sampah tas dan botol plastik.
Dampak dari air yang meluap, membuat arus lalu lintas menjadi terganggu. Dampak lainnya ialah membuat air sulit mencapai bagian hulu sehingga petani sering mengalami gagal tanam.
Proses penumpukan sampah sendiri di dalam saluran irigasi diduga berawal dari kecerobohan warga dan perilaku masyarakat yang belum sadar betapa pentingnya kesehatan lingkungan.
Berangkat dari hal itu, penulis menawarkan pemberdayaan kepada Petugas Petani Pengguna Air (P3A) pada Urban area drainase Pondok-simpang pesawat yang panjangnya ±28,387 km melalui kegiatan pengelolaan sampah plastik.
Pembuangan pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah bukanlah solusi yang cukup bijak dalam pengelolaan sampah plastik. Keberadaan dari pemulung dalam mengurangi timbunan sampah plastik patut mendapat apresiasi meskipun ini tidak bisa menghilangkan seratus persen sampah plastik yang ada. Perlu adanya manajemen pengelolaan sampah plastik mulai dari lingkungan terkecil yaitu rumah tangga hingga kelompok seperti P3A.
Para anggota P3A selanjutnya dilatih. Bukan sampai disitu saja, mereka juga diberikan sarana pendukung berupa alat agar plastik itu di daur ulang hingga menjadi berarti dan bernilai jual.
Sehingga, kedepannya karya itu akan diproduksi lebih banyak agar dapat menambah penghasilan demi membantu perekonomian keluarga. Selanjutnya, dalam kelompok itu di bentuk tim pemasaran dan produk yang dijual pun terjangkau dan ekonomis.
Diberitakan oleh Sindonews.com, Direktur Sustainable Waste Indonesia (SWI) Dini Trisyanti mengatakan, setidaknya ada 7 jenis sampah plastik yang bisa didaur ulang. Seperti PET (botol air mineral), HDPR (botol shampoo, kresek atau trash bag), PVC (pipa), HDPE (pembungkus makanan ), PP (air mineral gelas), PS (styrofoam) dan sampah kemasan sachet, pouch dan lainnya.
Memberdayakan tim P3A ini merupakan upaya untuk mengurai sampah plastik sekaligus merubah pola penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari.
Merubah sesuatu itu yang besar, harus dimulai dari hal-hal kecil. Kehadiran dari inovasi ini (daur ulang sampah) selaras dengan upaya pemerintah mengurangi sampah plastik program 3R (Reduce, Reuse dan Recycle).
Sampah plastik bisa menjadi ancaman jika tidak dikelola dengan baik dan benar. Hal itu lantaran sampah plastik sulit diurai tanah.
Oleh karena itu, masyarakat diharapkan memilah sampah organik dan an-organik. Yang organik bisa digunakan sebagai pupuk, dan yang an-organik bisa dikreasikan untuk kerajinan.
Belajar dari penghasilan seorang pemulung, Onde’ warga Kabupaten Sumbawa Barat yang mampu meraup penghasilan dari hasil mengumpulkan botol bekas dan sisa minuman ringan dan juga air kemasan. Kendati fluktuatif, hasil usahanya itu bisa untuk membeli kebutuhan keluarga.
Pendapatan paling besar didapatkan dari hasil mengumpulkan botol setelah acara besar seperti acara pemerintah dan pawai adat budaya yang memang melibatkan seluruh komponen masyarakat.
Begitu juga dengan penghasilan Kelompok Swadaya Masyarakat Komunitas Peduli Kelurahan Dalam (KSM Kompi Handal) dan komunitas kreatif Kecamatan Taliwang yang berhasil meraup keuntungan dengan mendaur ulang sampah plastik.
Dengan adanya inovasi untuk pemberdayaan kelompok P3A, akan menambah jumlah kelompok yang mengelola sampah plastik. Ujungnya, kelompok-kelompok ini akan bersaing mendaur ulang sampah plastik karena ada profit yang menjanjikan.
Kalau sudah tercipta kompetisi persaingan pengolahan sampah plastik, maka lambat laun Sumbawa Barat bebas dari bahaya sampah plastik dan tidak menutup kemungkinan pula, komunitas pengelola akan membeli sampah plastik dari masyarakat. Itulah sampah menjadi berharga.
Untuk menjadikan itu sebuah kenyataan, butuh dukungan kuat dari semua pihak, baik swasta, perusahaan dan juga pemerintah. Tidak bisa dibebankan kepada satu pihak saja. Semuanya harus sejalan karena saling membutuhkan satu dengan yang lain.
Perusahaan yang berinvestasi di tanah Pariri Lema Bariri membantu dari segi dukungan modal yang bisa di ambil dari dana Corporate Sosial Responsibility (CSR), sedangkan pemerintah menyiapkan regulasi serta pembinaan bahkan sampai pemasaran.
Terakhir, yang paling penting ialah sistem managerial dan transparansi sebagai wujud keterbukaan mengenai berapa penghasilan dan pengeluaran kelompok dari sebuah hasil usaha bersama.
Eksistensi dan kualitas serta kuantitas produk harus dijaga agar konsumen puas dan bahkan menjadikan itu sebagai souvenir bagi siapa saja yang datang ke Sumbawa Barat.