
Proses restorative justice Kamis (17/2) pagi tadi di ruang pertemuan Kejari KSB dengan Terdakwa HA (baju orange)
Foto: ist
PenaTenggara.com, (Sumbawa Barat) — Kejaksaan Negeri Sumbawa Barat menghentikan satu perkara tindak Pidana Umum. Perkara tersebut dihentikan karena diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice.
Prihal tersebut diungkapkan oleh Kajari, Suseno SH.,MH melalui Kasi Intel, I Nengah Ardhika SH.,MH pada media via rilis Kamis (17/2).
“Penghentian perkara itu disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM) Kejaksaan Agung RI lewat Video Conference melalui Applikasi Zoom mengenai persetujuan pelaksanaan restorative justice terhadap terdakwa yang berinisal HA yang melanggar pasal 362 KUHP tentang pecurian,” bebernya.
Pada saat giat Video Confrence itu, Kejaksaan Negeri Sumbawa Barat Bapak Suseno,.S.H,.M.H turut hadir di dampingi oleh Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Harun Al-Rasyid dan Jaksa Penuntut Umum.
Lebih jauh Kasi Intel memaparkan, penghentian perkara pidana dengan restorative justice tersebut berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung No 15 Tahun 2020. Adapun restorative justice dapat dilakukan jika tersangka baru pertama kali melakukan pidana dengan jumlah kerugian akibat pencurian yang dilakukan tersangka di bawah Rp 2,5 juta, tuntutan di bawah 5 tahun penjara, serta adanya perdamaian antara tersangka dengan korban dan direspons positif keluarga. Nah, terdakwa yang berinisial HA ini, pasal yang dilanggar ancaman hukumannya kurang dari 5 (Lima) Tahun penjara.
“Kita bersyukur, antara terdakwa dan korban telah ada kesepakatan perdamaian. Terdakwa menyesali dan mengakui perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi kembali,” terangnya.
Ia menambahkan, kasus pidana umum ini terjadi pada 27 Juli 2021 lalu seputar Kecamatan Taliwang. Saat itu, terdakwa hendak pergi main sepak takraw, dan diperjalanan terdakwa melihat ada handpone yang terletak dipinggir jalan. Karena himpitan ekonomi, terdakwa mengambilnya dan tidak melaporkan ke polisi apalagi mengembalikan kepada korban.
Terdakwa adalah seorang kepala rumah tangga, yang mempunya 3 anak dan yang paling kecil berusia kurang lebih 1 (satu) tahun dan istri bekerja sebagai TKW di luat negeri sehingga terdakwa yang merawat dan mengasuh ketiga anaknya.
“Proses restotarive justice itu juga turut di saksikan oleh tokoh agama dan masyarakat, polisi dan perangkat lainnya yang berhubungan erat dengan penyelesaian kasus perkara itu,” pungkasnya seraya mengatakan bahwa masyarakat mengapresiasi dan menyambut baik adanya restorative justice tersebut. (deP)