
Kepala UPTD PPA, Erni Patriani SE MM.Inov usai memberikan.keterangan media. (Foto: de)
PenaTenggara.com, (Sumbawa Barat) – Kasus seksual pada anak di Sumbawa Barat cukup memprihatinkan. Berdasarkan data Dinas Pengendalan Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Sumbawa Barat bahwa kasus seksual yang terjadi pada anak cendrung mengalami kenaikkan.
Pada tahun 2023 lalu, kasus seksual pada sebanyak 11 kasus. Tahun 2024 naik menjadi 19 kasus dan per/Maret tahun 2025, jumlah kasus seksual pada anak sebanyak 6 kasus.
“Kasus seksual merupakan salah satu yang menonjol yang terjadi pada anak,” ungkap Kepala Dinas DP2KBP3A, Agus Purnawan S.Pi.,MM melalui Kepala Unit Pelayanan Teknis Dinas (UPTD)Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Erni Patriani SE.,MM. Inov pada media, Senin (17/3) kemarin.
Secara keseluruhan, sambung Kepala UPTD PPA itu, kasus yang terjadi pada anak pada tahun 2023 sebanyak 28 kasus dengan rincian seksual 11, kekerasan fisik 7, penelantaran 1 kasus di Kecamatan Taliwang, non-fisik 1 kasus dan lain-lainnya 5 kasus. Sementara tahun 2024 lalu terdapat 27 kasus dengan rincian seksual 19 kasus, kekerasan fisik 7 kasus, psikis 4 kasus, korban Tindak Pidana Penjualan Orang (TPPO) 2 kasus dan lain-lainya sebanyak 2 kasus. Sedangkan di tahun 2025 ini, ada 9 kasus dengan 7 anak sebagai korban dan 14 anak sebagai pelaku. Rincian dari kasus anak tahun 2025 ialah kekerasan seksual 6 kasus, TPPO 1 kasus dan kekerasan 2 kasus.
“Tren kenaikan kasus seksual pada anak ini naik karena masyarakat mulai sadar hukum. Sehingga setiap ada kesalahan langsung di laporkan baik kepada aparat hukum dan juga pemerintah melalui leading sektor,” bebernya.
Masih dari keterangan Erni, kasus pada anak yang terjadi di Sumbawa Barat tidak menutup kemungkinan seperti fenomena gunung es. Artinya, kejadiannya di tutup-tutupi. Sehingga, penanganan perkara dan penyelesaiannya di lakukan secara kekeluargaan.
Nah, terhadap anak yang menjadi korban dari kasus tersebut, UPTD PPA, sambung Erni berkomitmen memberikan perlindungan. Sementara pelaku dari setiap kasus itu, tetap di proses berdasarkan hukum yang berlaku.
“Mereka harus menerima hukuman dari apa yang telah mereka perbuat agar jangan sampai terulang kembali. Dan yang paling penting lagi, orang tua dapat melakukan pengawasan terhadap anaknya sehingga mereka peduli terhadap lingkaran anaknya bergaul,” pungasnya mantan lurah Arken itu.