
AIDA APRILIANDINI
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Pemerintahan Universitas Teknologi Sumbawa
Pulau sumbawa, sebagai bagian dari provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), tengah bersiap menjadi wilayah pelaksanaan program Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan Desa (PPS). Program ini menjadi salah satu strategi nasional dalam mendukung tata kelola pemerintahan desa yang efektif,partisipatif,dan akuntabel.
Namun, di balik kesiapan administratif yang telah di miliki, terdapat tantangan regulasi yang masi membatasi realisasi penuh program ini secara kelembagaan, khususnya akibat adanya moratorium dari pemerintah pusat terkait pemekaran wilayah, termasuk pembentukan kelembagaan baru yang seharusnya dapat mendukung pelaksanaan PPS secara lebih komprehensif.
Pulau sumbawa sendiri telah memenuhi syarat administratif dengan adanya lima kabupaten yang terletak di wilayah ini, yakni Kabupaten Sumbawa, Dompu, Bima, dan Kota Bima. Kelima kabupaten tersebut telah menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan yang vital, meskipun beberapa wilayah masi menghadapi tantangan terkait pemerataan pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam.
Kesiapan administratif ini terlihat dari struktur kelembagaan desa yang telah berfungsi secara aktif dan terorganisir.
Meskipun secara administratif Sumbawa telah menunjukkan kesiapan yang kuat, moratorium pemekaran wilayah yang di terapkan pemerintah pusat menjadi tantangan signifikan. Kebijakan ini, yang dimaksud untuk menjaga efisiensi fiskal dan mencegah ketimpangan pembangunan, secara tidak langsung menghambat inisiatif lokal dalam membentuk entitas kelembagaan baru yang lebih adaptif terhadap kebutuhan daerah.
Hal ini termasuk pula dalam upaya menuju pembentukan Provinsi Sumbawa yang selama ini menjadi aspirasi masyarakat. Kendati demikian, keterbatasan regulasi ini tidak serta merta menghalangi langkah awal dalam memperkuat kapasitas desa melalui PPS.
Penerapan PPS membawa dampak strategis bagi masyarakat desa, terutama dalam upaya memperkuat sumber daya manusia sebagai pilar utama pembangunan. Dalam kerangka Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, penguatan pemerintah desa merupakan bagian dari urusan pemerintahan wajib yang harus di jalankan secara kolaboratif antara pemerintah pusat dan daerah.
Melalui PPS, kapasitas perangkat desa dapat ditingkatkan secara signifikan lewat pelatihan-pelatihan yang berfokus pada perencanaan, penganggaran, dan pelaporan berbasis digital. Selain itu, program ini turut mendorong pemberdayaan kelompok rentan, termasuk perempuan dan pemuda desa, melalui inisiatif wirausaha dan pelatihan vokasi yang membuka peluang baru di pasar kerja.
Pemanfaatan teknologi informasi juga menjadi elemen penting dalam menciptakan ekosistem desa digital yang memperluas akses terhadap informasi, pendidikan, dan pasar ekonomi.
Lebih dari sekadar inisiatif kebijakan, PPS sesungguhnya merupakan bentuk investasi sosial jangka panjang. Dengan memperkuat fondasi pemerintahan dari tingkat yang paling bawah, yakni desa, program ini membuka jalan bagi pertumbuhan ekonomi lokal, stabilitas sosial, dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Jika diimplementasikan secara konsisten, transparan, dan partisipatif, PPS berpotensi menjadi katalisator pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan di Pulau Sumbawa serta kawasan NTB pada umumnya.
Pada akhirnya, kesiapan administratif yang telah dimiliki Pulau Sumbawa, yang sudah memiliki lima kabupaten yang menjalankan fungsi pemerintahan secara terorganisir, tidak boleh disia-siakan oleh kendala regulasi yang bersifat sementara. Justru dalam keterbatasan inilah muncul peluang bagi para pemangku kepentingan—pemerintah, masyarakat, dan akademisi—untuk bersinergi mendorong transformasi desa ke arah yang lebih mandiri dan berdaya saing. PPS bukan hanya sebuah program, melainkan langkah nyata menuju masa depan desa yang lebih sejahtera dan bermartabat.